Scroll untuk baca artikel
Hukrim

Kejari Lembata Tetapkan PPK Pembangunan Puskesmas Wowong dan Bean Tahun 2019 jadi Tersangka

433
×

Kejari Lembata Tetapkan PPK Pembangunan Puskesmas Wowong dan Bean Tahun 2019 jadi Tersangka

Sebarkan artikel ini

INFOKINI.NET, LEMBATA –
Kejaksaan Negeri Lembata (Kejari) menetapakan PKTM,
pejabat pembuat komitmen (PPK) Pembangunan Puskesmas Wowong dan Bean tahun 2019 sebagai tersangka.

Penetapan tersangka ini dilakukan oleh Kejari Lembata usai melakukan pemeriksaan terhadap 17 saksi, termasuk hasil keterangan ahli Kontruksi, Keterangan Ahli Konsultan Publik dan dan bukti bukti lain, PKTM diduga berperan penting dalam kasus ini karena tidak menerbitkan surat penghentian pekerjaan terhadap dua proyek tersebut.

Hal ini disampaikan oleh Kejari Lembata, Azrijal usai menetapkan PKTM sebagai tersangka di Kantor Kejari Lembata, 22 September 2022.

Kajari Azrijal menjelaskan, peran PKTM sebagai PPK mengakibatkan kerugian negara miliaran rupiah atas proyek Puskesmas Wairiang di Desa Bean dengan nomor kontrak:01.02/SP.KONTRAK-P.WAIRIANG/DINKES/VII/2019, tanggal kontrak 26 Juli 2019 itu memiliki nilai kontrak Rp.5.981.353.000.

Sementara untuk Puskesmas Balauring di Wowong dengan nomor kontrak :07.02/SP.KONTRAK-P. BALAURING/DINKES/VII/2019 tanggal kontrak 8 Juli 2019 itu memiliki nilai kontrak Rp.5.944.072.471. Dalam pelaksanaan pekerjaan Pembangunan Puskesmas Balauring di Wowon pada Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata Tahun Anggaran 2019 terjadi 10 kali addendum penambahan waktu.

Kajari mengatakan, berdasarkan ekspose Perkara oleh Tim Penyidik Rabu (21/9/2022), didasarkan alat bukti, keterangan saksi-saksi sebanyak 17 orang dan Ahli (Ahli Konstruksi, Ahli Pengadaan Barang dan Jasa dan Ahli Akuntan Publik independen), bukti surat yang telah disita secara sah ditemukan adanya perbuatan melawan hukum oleh PPK yang menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp. 2.981.025.470.

Sementara itu dalam pelaksanaan pekerjaan Pembangunan Puskesmas Wairiang di Bean pada Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata Tahun Anggaran 2019 terjadi 4 kali addendum penambahan waktu.

Berdasarkan hal tersebut, penyidik berkesimpulan menetapkan Tersangka atas nama PKTM selaku Pejabat Pembuat Komitemen (PPK) dengan sangkaan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pembarantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang No. 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dengan ancaman 20 tahun penjara.

Usai penetapan sebagai tersangka, PKTM langsung ditahan. PKTM digelandang dari dalam ruangan kejaksaan menuju mobil tahanan dengan mengenakan rompi orange untuk dititipkan di tahanan Polres Lembata selama 20 hari.

Penetapan PKTM sebagai tersangka ini mendapat tanggapan dari Berto Take, Kuasa Hukum CV. Lembah Ciremai, kontraktor yang mengerjalan dua puskesmas tersebut.

Menurut Berto, Kejaksaan Negeri Lembata secara cermat dan teliti sudah menetapkan PKTM, yang menjabat PPK sebagai tersangka.

Alasan hukum yang disampaikan oleh Take adalah PPK mewakili Pemda Lembata bertanggungjawab penuh atas segala kelalaian hukum yang mengakibatkan negara mengalami kerugian. Sebab, kliennya CV. Lembah Ciremai sudah melaksanakan seluruh pekerjaan proyeknya dan bahkan sudah serah terima.

Berto mengatakan bahwa keterangan ahli kontruksi yang menyatakan pekerjaan pembangunan sudah sesuai kontrak kerja dan aturan kontruksi. Sayangnya, Pemda dalam hal ini Kuasa Pengguna Anggaran dan PPK lalai dalam melakukan pengawasan.

Menurutnya, kliennya rugi. Pemda melalui PPK tidak bayar sisa uang kontrak, padahal pekerjaan sudah 100 persen.

Dari total nilai kontrak dua puskesmas itu, jelas Berto, Pemda Lembata masih memiliki utang miliaran rupiah kepada CV Lembah Ciremai, perusahan pelaksana proyek. Sisa utang dua puskesmas, Bean dan Wowon Rp. 2.4 miliar lebih,”

Pihak CV Lembah Ciremai meminta agar secepatnya Pemda Lembata membayar sisa hutang tersebut, mengingat banyak hal harus mereka selesaikan.

Kasus mandeknya pembayaran pekerjaan proyek oleh Pemda Lembata ini muncul sejak tahun 2021 saat suplayer dan para pekerja bangunan nekat menutup gedung Puskesmas Balauring di Wowong, Desa Tiba, Kecamatan Omesuri, dan Puskesmas Wairiang di Desa Bean, Kecamatan Buyasuri, Selasa, 16 November 2021 silam.

Masalahnya, lanjut Berto uang ratusan juta rupiah milik suplayer dan para buruh bangunan belum dibayar. Padahal, kedua gedung sudah digunakan untuk melayani orang sakit.

Seperti yang diberitakan selama ini sebelumnya, seorang suplayer material bangunan saat Abubakar Sidik, menjelaskan, dirinya bersama rekan-rekannya nekat melakukan aksi penutupan kedua Rumah Sakit agar ada perhatian dari Pemerintah Daerah Kabupaten Lembata.

Masalah ini terus berlanjut sampai tahun 2022 dan Direktur CV. Lembah Ceremai, Johansah menggugat Bupati Lembata, Kepala Dinas Kesehatan dan PPK berinsisial (PKTM) yang hari ditetapkan sebagai tersangka.

Johansah merasa dirugikan akibat tidak dibayar Haknya atas Pekerjaaan Pembangunan Puskesmas Baru Wairiang di Bean dan Pembangunan Puskesmas Baru Balauring di Wowong.

Lebih jauh Take menjelaskan pihaknya melayangkan gugatan perdata karena Pemerintah Daerah Kabupaten Lembata dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata, tidak melakukan pembayaran Kepada CV. Lembah Ciremai, atas Pembangunan 2 (dua) unit Puskesmas tersebut sementara Pekerjaan telah dinyatakan 100% yang dibuktikan dengan Berita Acara Serah Terima Pertama (PHO).

Berto Take mengatakan, berdasarkan Syarat Umum Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan (Kontrak) pada poin 68.2 huruf g dan h yang pada pokoknya menyatakan. Pembayaran hanya dilakukan setelah pekerjaan 100% (seratus persen) dan berita acara penyerahan pertama pekerjaan diterbitkan; dan PPK dalam kurun waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah pengajuan permintaan pembayaran dari penyedia harus sudah mengajukan surat permintaan pembayaran kepada Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM).

Prinsipnya jika pekerjaan tersebut sudah dinyatakan 100% dan dibuktikan dengan Berita Acara Serah Terima Pertama (PHO), Pemerintah Daerah wajib melakukan pembayaran. Pekerjaan kliennya sudah selesai, dan sejak bulan Maret 2021 lalu sudah di-PHO. Yang menjadi pertanyaan kata Berto Kenapa hak-hak kliennya belum dibayar. Pemda bayar, kliennya baru bisa lunasi hutang-hutang dengan suplayer dan buruh bangunan. (*/WK)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *