Scroll untuk baca artikel
Hukum

Kemenkumham NTT Gelar Sosialisasi Hasil Penelitian Tentang Analisis Dampak HAM Terhadap Rancangan UU Pertanahan

231
×

Kemenkumham NTT Gelar Sosialisasi Hasil Penelitian Tentang Analisis Dampak HAM Terhadap Rancangan UU Pertanahan

Sebarkan artikel ini

INFOKINI.NET, KOTA KUPANG – Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar Sosialisasi Hasil Penelitian tentang Analisisis Dampak HAM terhadap Rancangan Undang-Undang (UU) Pertanahan, bertempat di Aula Kemenkumham NTT, Senin (20/8/2018).

Kegiatan ini diikuti oleh Biro Hukum Setda Provinsi dan Kota, BPN Provinsi dan Kota, Polda NTT, Kejati NTT, Pengadilan Tinggi NTT, Ombudsman RI perwakilan NTT, Keuskupan Agung Kupang, Universitas yang ada di Kota Kupang, LBH dan LSM serta Camat dan Lurah.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM NTT, Yudi Kurniadi dalam sambutannya yang dibacakan oleh Plh. Kakanwil, Erwyn F. R. Wantania mengatakan,
tanah bagi masyarakat memiliki makna multidimensional karena tanah tidak saja mengandung aspek fisik, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, budaya, politik dan aspek hukum.

“Dari sisi ekonomi, tanah merupakan sarana produksi yang dapat mendatangkan kesejahteraan,” ungkap Yudi saat membuka kegiatan Sosialisasi Hasil Penelitian Hukum dan HAM tentang Analisis Dampak HAM Terhadap Rancangan Undang-Undang Pertanahan.

Lebih lanjut, secara politis kata Yudi, tanah dapat menentukan posisi seseorang dalam pengambilan keputusan dan
sebagai budaya tanah dapat menentukan tinggi rendahnya status sosial pemiliknya.

“Sehingga membahas mengenai tanah berarti membahas isu sentral dari satu kesatuan yang terintegrasi dengan berbagai aspek kehidupan bermasyarakat,” terang Yudi

Menurut Yudi, mengingat kompleksnya masalah pertanahan dalam kehidupan sosial masyarakat, pemerintah memandang perlu untuk membentuk suatu peraturan-perundang-undangan dibidang pertanahan.

“Undang-Undang Pertanahan juga perlu disusun sebagai upaya Penyempurnaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Undang Pokok Agraria atau yang lebih dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA),” jelasnya.

Melalui Yudi, Kakanwil mengatakan bahwa UUPA yang diterbitkan pada Tahun 1960 belum mengantisipasi perkembangan ilmu, teknologi, politik, sosial ekonomi, budaya serta perkembangan kebutuhan masyarakat.

“Dalam penyusunan substansi rancangan peraturan perundang-undangan dibidang pertanahan harus melalui Penelitian yang komperhensif dalam rangka memberikan pertimbangan-pertimbangan dan pandangan-pandangan ilmiah dari aspek hukum dan HAM,” tutur Kakanwil sapaan akrab Yudi.

“Pasal 6 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mengamanatkan bahwa materi muatan peraturan perundangundangan harus mencerminkan asas kemanusiaan yaitu mengandung perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional,” kata Kakanwil.

Kakanwil berharap hasil penelitian perlu disosialisasikan kepada masyarakat guna mendapatkan masukan dalam upaya penyempurnaan penyusunan peraturan perundang-undangan dibidang pertanahan.

“Kegiatan Penelitian ini juga dilakukan karena mengingat pada perkembangan, kemajuan masyarakat dan peraturan perundang-undangan pertanahan yang diarahkan untuk memberikan dukungan bagi terwujudnya penerapan hukum yang mampu memberikan kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat,” tutup Yudi

Perlu diketahui, Nara sumber berasal dari Balitbang Hukum dan HAM dan Kanwil Badan Pertanahan Nasional Provinsi NTT. (WK/Kemenkumham NTT).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *