INFOKINI.NET, LEMBATA – Bupati Lembata Nusa Tenggara Timur (NTT), Thomas Ola mengatakan output dari kegiatan eksplorasi budaya bisa menghasilkan buku terkait dengan muatan lokal.
“Akhir dari seluruh rangkaian kegiatan Eksplorasi Budaya Lembata 2022, selain pertunjukan dan pentas seni budaya, namun yang paling penting adalah adanya rekomendasi untuk apa yang kita lakukan membangun Lembata ke depan dari aspek budaya. Dan tidak menutup kemungkinan dari seluruh proses dari rangkaian acara ini kita menghasilkan buku terkait dengan muatan lokal untuk menjadi bahan pembelajaran bagi anak-anak didik,” ungkap bupati Thomas dalam konferensi pers usai Launching Eksplorasi Budaya Lembata 2022 di ex rumah jabatan Bupati Lembata, Senin (7/2/2022).
“Dan saya yakin, suatu waktu tidak hanya menjadi muatan lokal tetapi bisa menjadi muatan nasional”, tegas orang nomor satu di kabupaten Lembata.
Dikatakan bupati Lembata, eksplorasi budaya Lembata juga akan melahirkan beberapa kearifan lokal.
“Misalnya Muro. Muro ini akan kita angkat menjadi warisan budaya tak benda. Itu baru satu, masih banyak hal yang nantinya kita temukan dalam 8 prosesi ini dan ritual di 10 titik. Juga di Hadakewa dan Wulen Luo. Apa saja yang kita temukan dan itu yang kita angkat menjadi warisan budaya tak benda atau aspek-aspek lain”, ucap Bupati Thomas.
Sementara menanggapi terkait dengan dua komunitas adat yakni Lewuhala di kecamatan Ile Ape Timur dan Amakaka di kecamatan Ile Ape menolak menggelar ritualadat yang ditawarkan Pemerintah dalam rangka kegiatan eksplorasi budaya Lembata tahun 2022, bupati Thomas mengatakan, kembali ke komunitas adat yang bersangkutan.
“Ada yang mau melakukan silahkan, ada yang tidak melakukannya, bukan menolak, tapi menunda untuk melakukannya, misalnya di Ile ape, bukan menolak tapi menunda untuk melakukan karena ada prosesi lain yang harus didahului,” jelas bupati Thomas.
Sedangkan terkait adanya penolakan pelaksanaan ritual adat di beberapa komunitas adat, bupati Thomas menegaskan semua kembali kepada komunitas adat yang bersangkutan.
“Karena itu para pemangku kepentingan bersepakat dulu kira-kira ritual apa yang mesti dilakukan dengan situasi hari ini. Jadi semua itu kita kembalikan kepada komunitas adat yang ada di sana”, tutup mantan dekan ekonomi Unwira Kupang ini. (*/WK)