Scroll untuk baca artikel
Regional

Gubernur NTT : Baca Buku 2 Jam Sehari Dapat Melatih Seseorang Berpikir Kritis

230
×

Gubernur NTT : Baca Buku 2 Jam Sehari Dapat Melatih Seseorang Berpikir Kritis

Sebarkan artikel ini

INFOKINI.NET, KOTA KUPANG – Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) mengatakan, dengan membaca buku 2 jam sehari dapat membantu Seseorang untuk berpikir Kristis dan hebat.

Ungkapan ini disampaikan VBL pada sambutannya dalam Pembukaan Sidang Klasis Sulamu 2, yang dilangsungkan di Gereja Jemaat Betesda, Desa Oeteta Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang pada Selasa (6/8).

“Baca buku 2 jam sehari supaya bisa melatih kita berpikir kritis dan hebat”, ungkap VBL.

Lanjut VBL, cara berpikir seseorang harus menjadi _critical thinking, berpikir kritis untuk menanggapi berita hoax dan harus bisa memilih mana informasi yang baik di media massa.

“Kalau kita punya kritikal thinking yang baik maka tidak mudah terpengaruh dengan hoax atau informasi yang tidak benar yang dapat membawa kita pada radikalisme,” katanya.

“Harus jadi manusia yang hidup dalam semangat iman dan toleran dengan perbedaan dan keragaman. Dengan begitu maka kita tidak mudah terpapar radikalisme yang juga bisa memecah belah”, tambahnya.

Sementara itu Wakapolda NTT Brigjen Pol Johanis Asadoma, mengatakan pentingnya menjaga keragaman dan toleransi.

“Tantangan gereja dan masyarakat saat ini adalah menghadapi hoax dan radikalisme yang berimbas pada adanya perpecahan”, jelas Johanis.

“Tahapan radikalisme dimulai dari sikap intoleran. Dimana orang menolak keberagaman. Dia mau dirinya yg paling benar. Bapak Gubernur menerapkan sikap menerima keberagaman dengan salam nasional. Ini untuk merawat keanekaragaman kita baik agama, suku, ras dan budaya”, tambahnya.

Dikatakannya, radikalisme diperparah dengan berita hoax atau berita tidak benar namun disampaikan seolah-olah adalah benar. “Kita harus hati-hati menanggapi dengan kritis berita yang beredar terutama media sosial. Harus pakai akal sehat, apakah berita ini baik, atau hanya untuk memecah belah. Bila beritanya berpeluang untuk memicu konflik dan perpecahan maka jangan ditanggapi atau disebarluaskan,” tutup Johanis. (WK/HMS)

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *