Scroll untuk baca artikel
Daerah

BMKG Pusat sebut Bencana Waiteba Lembata Tergolong Tsunami Langka

503
×

BMKG Pusat sebut Bencana Waiteba Lembata Tergolong Tsunami Langka

Sebarkan artikel ini

INFOKINI.NET, LEMBATA – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pusat menyebut bencana Waiteba, kecamatan Atadei kabupaten Lembata NTT tergolong tsunami langka.

“Bencana Waiteba kabupaten Lembata tahun 1979 tergolong tsunami yang langka, sehingga kita di BMKG pusat perlu untuk mengidentifikasi mendapatkan data yang lebih komplit yang lebih komprehensif untuk membangun sistem layanan peringatan dini tsunami BMKG,” ungkap Admiral Musa Julius selaku Seismologis Earthquake and tsunami mitigation division BMKG pusat pada kegiatan
Kordinasi persiapan survei tim advance preserving tsunami Lembata 1979, Jumat 8 Maret 2024.

Kejadian tsunami Waiteba 1979 sudah 45 tahun yang lalu, sehingga lanjutnya, bila ditelisik ke belakang dokumentasi tsunami Aceh 2004 itu masih minim.

“Sedangkan tsunami yang terjadi sebelum 2004 itu sangat banyak dan sangat banyak korban jiwa. Masyarakat kita baru mulai sadar bahwa negara kita rawan tsunami setelah tsunami Aceh 2004. Ini artinya informasi yang terjadi di tahun 1979 perlu dilestarikan secara turun temurun mengingatkan generasi muda yang lahir setelah tahun 1979 bahwa mereka tahu, mereka berdiri di atas kawasan beresiko yang berbahaya tsunami,” jelas Musa sapaan akrab Admiral Musa Julius.

Tetapi kata Musa, bukan untuk menakut-menakuti tetapi untuk meningkatkan kewaspadaan.

“Sebab tsunami tidak dapat dihindari tetapi bencana dapat dikurangi resikonya dengan berlatih dan mendapatkan edukasi yang rutin,” tegas Musa.

Ia berjanji akan kembali lagi ke Lembata untuk melakukan dokumentasi dalam bentuk video rekaman maupun wawancara.

“Kami akan datang lagi untuk melakukan dokumentasi dalam bentuk video rekaman maupun wawancara ataupun dengan survei literasi setelah lebaran untuk mengumpulkan data yang lebih lengkap karena pada hari ini dan 4 hari ke belakang kami hanya melakukan pengumpulan survei drone dan juga melakukan identifikasi desa-desa yang terdampak tsunami. Kita belum mendapatkan penuturan, karena penuturan itu baru kita rekam setelah lebaran. Lalu hasil penelitiannya kami akan membuat dalam bentuk buku karena tulisan ini dikemas populer supaya bisa dibaca tidak hanya akademisi tetapi oleh masyarakat. Kurang lebih prosesnya paling cepat 1 tahun sampai 2 tahun,” tutupnya. (*/Willy)